Soekarno
Dr.(HC) Ir. Soekarno1 (ER, EYD: Sukarno, nama lahir: Koesno Sosrodihardjo) (lahir di Surabaya[1][2][3][4], Jawa Timur, 6 Juni 1901 – meninggal diJakarta, 21 Juni 1970 pada umur 69 tahun) adalah Presiden Indonesia pertama yang menjabat pada periode 1945–1966.[5] Ia memainkan peranan penting untuk
memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda.[6] Ia adalah Proklamator Kemerdekaan Indonesia (bersama dengan Mohammad
Hatta) yang terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945. Soekarno adalah yang pertama kali
mencetuskan konsep mengenai Pancasilasebagai dasar negara Indonesia dan ia sendiri yang menamainya.[6]
Soekarno menandatangani Surat Perintah 11 Maret 1966 Supersemar yang kontroversial, yang
isinya—berdasarkan versi yang dikeluarkan Markas Besar Angkatan
Darat—menugaskan Letnan Jenderal Soeharto untuk mengamankan dan menjaga
keamanan negara dan institusi kepresidenan.[6]Supersemar menjadi dasar Letnan Jenderal Soeharto untuk membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan mengganti
anggota-anggotanya yang duduk di parlemen.[6] Setelah pertanggungjawabannya
ditolak Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) pada sidang umum ke
empat tahun 1967, Soekarno diberhentikan dari jabatannya sebagai presiden pada
Sidang Istimewa MPRS pada tahun yang sama dan Soeharto
menggantikannya sebagai pejabat Presiden Republik Indonesia.[6]
Nama
Ketika dilahirkan, Soekarno diberikan nama Koesno Sosrodihardjo oleh orangtuanya.[5] Namun karena ia sering sakit maka
ketika berumur lima tahun namanya diubah menjadi Soekarno oleh ayahnya.[5][7] Nama tersebut diambil dari seorang
panglima perang dalam kisah Bharata Yudha yaituKarna.[5][7] Nama "Karna" menjadi
"Karno" karena dalam bahasa Jawa huruf "a" berubah menjadi
"o" sedangkan awalan "su" memiliki arti "baik".[7]
Di kemudian hari ketika menjadi presiden, ejaan nama
Soekarno diganti olehnya sendiri menjadi Sukarno karena menurutnya nama tersebut
menggunakan ejaan penjajah (Belanda). Ia tetap menggunakan nama
Soekarno dalam tanda tangannya karena tanda tangan tersebut adalah tanda tangan
yang tercantum dalam Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang tidak boleh diubah[.
Sebutan akrab untuk Soekarno adalah Bung Karno.
Achmed Soekarno
Di beberapa negara Barat, nama Soekarno kadang-kadang
ditulis Achmed Soekarno. Hal ini terjadi karena ketika
Soekarno pertama kali berkunjung ke Amerika Serikat, sejumlah wartawan
bertanya-tanya, "Siapa nama kecil Soekarno?" karena mereka tidak mengerti
kebiasaan sebagian masyarakat di Indonesia yang hanya menggunakan satu nama
saja atau tidak memiliki nama keluarga. Entah bagaimana, seseorang lalu
menambahkan nama Achmed di depan nama Soekarno. Hal ini pun
terjadi di beberapa Wikipedia, seperti wikipedia bahasa Denmark dan bahasa Spanyol.
Sukarno menyebutkan bahwa nama Achmed didapatnya
ketika menunaikan ibadah haji.[8] Dalam beberapa versi lain,
disebutkan pemberian nama Achmed di depan nama Sukarno, dilakukan oleh para
diplomat muslim asal Indonesia yang sedang melakukan misi luar negeri dalam
upaya untuk mendapatkan pengakuan kedaulatan negara Indonesia oleh
negara-negara Arab.
Kehidupan
Masa kecil dan remaja
Rumah masa kecil Bung Karno
Soekarno dilahirkan dengan seorang ayah yang bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya yaitu Ida Ayu Nyoman Rai.[5] Keduanya bertemu ketika Raden
Soekemi yang merupakan seorang guru ditempatkan di Sekolah Dasar Pribumi di Singaraja, Bali.[5] Nyoman Rai merupakan keturunan
bangsawan dari Bali dan beragama Hindu, sedangkan Raden Soekemi sendiri
beragama Islam.[5] Mereka telah memiliki seorang putri
yang bernama Sukarmini sebelum Soekarno lahir.[9]Ketika kecil Soekarno tinggal
bersama kakeknya, Raden Hardjokromo di Tulung Agung, Jawa Timur.[5]
Ia bersekolah pertama kali di Tulung Agung hingga
akhirnya ia pindah ke Mojokerto, mengikuti orangtuanya yang
ditugaskan di kota tersebut.[5] Di Mojokerto, ayahnya memasukan
Soekarno ke Eerste Inlandse School, sekolah tempat ia bekerja.[9] Kemudian pada Juni 1911 Soekarno dipindahkan ke Europeesche Lagere School (ELS) untuk memudahkannya diterima di Hoogere Burger School (HBS).[5] Pada tahun 1915, Soekarno telah menyelesaikan
pendidikannya di ELS dan berhasil melanjutkan ke HBS di Surabaya, Jawa Timur.[5] Ia dapat diterima di HBS atas
bantuan seorang kawan bapaknya yang bernama H.O.S. Tjokroaminoto.[5]Tjokroaminoto bahkan memberi tempat
tinggal bagi Soekarno di pondokan kediamannya.[5] Di Surabaya, Soekarno banyak bertemu
dengan para pemimpin Sarekat Islam, organisasi yang dipimpin Tjokroaminoto
saat itu, seperti Alimin, Musso, Dharsono, Haji Agus Salim, dan Abdul Muis.[5] Soekarno kemudian aktif dalam
kegiatan organisasi pemuda Tri Koro Dharmo yang dibentuk sebagai organisasi
dari Budi Utomo.[5] Nama organisasi tersebut kemudian ia
ganti menjadi Jong Java (Pemuda Jawa) pada 1918.[5] Selain itu, Soekarno juga aktif menulis
di harian "Oetoesan Hindia" yang dipimpin oleh Tjokroaminoto.[9]
Soekarno sewaktu menjadi siswa HBS
Soerabaja
Tamat HBS Soerabaja bulan Juli 1921[10], bersama Djoko Asmo rekan satu
angkatan di HBS, Soekarno melanjutkan ke Technische Hoogeschool te Bandoeng(sekarang ITB) di Bandung dengan mengambil jurusan teknik sipil pada tahun 1921[11], setelah dua bulan dia meninggalkan
kuliah, tetapi pada tahun 1922mendaftar kembali[12] dan tamat pada tahun 1926.[13] Soekarno dinyatakan lulus ujian
insinyur pada tanggal 25 Mei 1926 dan pada Dies Natalis ke-6 TH Bandungtanggal 3 Juli 1926 dia diwisuda bersama delapan belas
insinyur lainnya.[14] Prof. Jacob Clay selaku ketua fakultas pada saat itu menyatakan "Terutama penting peristiwa itu
bagi kita karena ada di antaranya 3 orang insinyur orang Jawa".[15] Mereka adalah Soekarno, Anwari, dan
Soetedjo[16], selain itu ada seorang lagi dari
Minahasa yaitu Johannes Alexander Henricus Ondang.[17]
Saat di Bandung, Soekarno tinggal di kediaman Haji Sanusi yang merupakan anggota Sarekat Islam dan sahabat karib Tjokroaminoto.[5] Di sana ia berinteraksi dengan Ki Hajar Dewantara, Tjipto Mangunkusumo, dan Dr. Douwes Dekker, yang saat itu merupakan pemimpin
organisasi National Indische Partij
Sebagai arsitek
Bung Karno adalah presiden pertama Indonesia yang juga
dikenal sebagai arsitek alumni dari Technische Hoogeschool te Bandoeng (sekarang ITB) di Bandungdengan mengambil jurusan teknik sipil dan tamat pada tahun 1926.[18] [19] [20]
Pekerjaan dan Karya di Bidang Arsitektur
·
Ir. Soekarno pada tahun 1926 mendirikan biro insinyur bersama Ir.
Anwari, banyak mengerjakan rancang bangun bangunan. Selanjutnya bersama Ir. Rooseno juga merancang dan membangun
rumah-rumah dan jenis bangunan lainnya.
·
Ketika dibuang di Bengkulu menyempatkan merancang beberapa
rumah dan merenovasi total masjid Jami' di tengah kota.[21]
Pengaruh Terhadap Karya Arsitektural Semasa Menjadi
Presiden
Semasa menjabat sebagai presiden, ada beberapa karya
arsitektur yang dipengaruhi atau dicetuskan oleh Soekarno. Juga perjalanan
secara maraton dari bulan Mei sampai Juli pada tahun 1956ke negara-negara Amerika Serikat, Kanada, Italia, Jerman Barat, dan Swiss. Membuat cakrawala alam pikir
Soekarno semakin kaya dalam menata Indonesia secara holistik dan menampilkannya
sebagai negara yang baru merdeka[22]. Soekarno membidik Jakarta sebagai wajah (muka) Indonesia
terkait beberapa kegiatan berskala internasional yang diadakan di kota itu,
namun juga merencanakan sebuah kota sejak awal yang diharapkan sebagai pusat
pemerintahan di masa datang. Beberapa karya dipengaruhi oleh Soekarno atau atas
perintah dan koordinasinya dengan beberapa arsitek seperti Frederich Silaban dan R.M. Soedarsono, dibantu
beberapa arsitek junior untuk visualisasi. Beberapa desain arsitektural juga
dibuat melalui sayembara[23]
·
Tahun 1955 Ir. Soekarno menunaikan ibadah haji
ke Tanah Suci dan sebagai seorang arsitek, Soekarno tergerak memberikan
sumbangan ide arsitektural kepada pemerintah Arab Saudi agar membuat bangunan untuk
melakukan sa’i menjadi dua jalur dalam bangunan dua
lantai. Pemerintah Arab Saudi akhirnya melakukan renovasi Masjidil Haram secara besar-besaran pada tahun1966, termasuk pembuatan lantai
bertingkat bagi umat yang melaksanakan sa’i menjadi dua jalur dan lantai bertingkat
untuk melakukan tawaf [20]
Keluarga Soekarno
|
|
|
Raden Soekemi Sosrodihardjo
|
|
Ida Ayu Nyoman Rai
|
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
Soekarno (1901-1970)
|
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Oetari (menikah 1921;berpisah 1923)
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Inggit Garnasih (menikah 1923)
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Fatmawati (menikah 1943)
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
Guntur (l.1944)
|
|
Megawati (l.1947)
|
|
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Hartini (menikah 1952)
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
Taufan (1951-1981)
|
|
Bayu (l.1958)
|
|
|
|
|
|
|
|||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Ratna (menikah 1962)
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
Kartika (l.1967)
|
|
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Haryati (menikah 1963)
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Yurike Sanger (menikah 1964)
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
Totok (l.1967)
|
|
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Heldy Djafar (menikah 1966)
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Soekarno untuk pertama kalinya menjadi terkenal ketika
dia menjadi anggota Jong Java cabang Surabaya pada tahun 1915.
Bagi Soekarno sifat organisasi tersebut yang Jawa-sentris dan hanya memikirkan
kebudayaan saja merupakan tantangan tersendiri. Dalam rapat pleno tahunan yang diadakan
Jong Java cabang Surabaya Soekarno menggemparkan sidang dengan berpidato
menggunakan bahasa Jawa ngoko (kasar). Sebulan kemudian dia
mencetuskan perdebatan sengit dengan menganjurkan agar surat kabar Jong Java
diterbitkan dalam bahasa Melayu saja, dan bukan dalam bahasa Belanda. [25]
Pada tahun 1926, Soekarno mendirikan Algemene Studie Club di Bandung yang merupakan hasil
inspirasi dari Indonesische Studie Club oleh Dr. Soetomo.[5] Organisasi ini menjadi cikal bakalPartai Nasional Indonesia yang didirikan pada tahun 1927.[13] Aktivitas Soekarno di PNI
menyebabkannya ditangkap Belanda pada tanggal 29 Desember 1929 di Yogyakarta dan esoknya
dipindahkan ke Bandung, untuk dijebloskan ke Penjara Banceuy. Pada tahun 1930 ia dipindahkan ke Sukamiskin dan pada tahun itu ia memunculkan
pledoinya yang fenomenal Indonesia Menggugat (pledoi), hingga dibebaskan kembali
pada tanggal 31 Desember 1931.
Pada bulan Juli 1932, Soekarno bergabung dengan Partai Indonesia
(Partindo), yang merupakan pecahan dari PNI. Soekarno kembali ditangkap pada
bulan Agustus 1933, dan diasingkan keFlores. Di sini, Soekarno hampir dilupakan
oleh tokoh-tokoh nasional. Namun semangatnya tetap membara seperti tersirat
dalam setiap suratnya kepada seorang Guru Persatuan Islam bernamaAhmad Hasan.
Masa penjajahan Jepang
Pada awal masa penjajahan Jepang (1942-1945),
pemerintah Jepang sempat tidak memerhatikan tokoh-tokoh pergerakan Indonesia
terutama untuk "mengamankan" keberadaannya di Indonesia. Ini
terlihat pada Gerakan 3A dengan tokohnya Shimizu dan Mr. Syamsuddin yang kurang begitu populer.
Namun akhirnya, pemerintahan pendudukan Jepang
memerhatikan dan sekaligus memanfaatkan tokoh-tokoh Indonesia seperti Soekarno, Mohammad Hatta, dan lain-lain dalam setiap organisasi-organisasi dan
lembaga lembaga untuk menarik hati penduduk Indonesia. Disebutkan dalam
berbagai organisasi seperti Jawa Hokokai, Pusat Tenaga Rakyat (Putera), BPUPKI dan PPKI, tokoh tokoh seperti Soekarno,
Hatta, Ki Hajar Dewantara, K.H. Mas Mansyur, dan lain-lainnya disebut-sebut dan terlihat begitu
aktif. Dan akhirnya tokoh-tokoh nasional bekerja sama dengan pemerintah pendudukan
Jepang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia, meski ada pula yang melakukan
gerakan bawah tanah seperti Sutan Syahrir dan Amir Sjarifuddin karena menganggap Jepang adalah
fasis yang berbahaya.
Presiden Soekarno sendiri, saat pidato pembukaan
menjelang pembacaan teks proklamasi kemerdekaan, mengatakan bahwa meski
sebenarnya kita bekerja sama dengan Jepang sebenarnya kita percaya dan yakin
serta mengandalkan kekuatan sendiri.
Ia aktif dalam usaha persiapan kemerdekaan Indonesia,
di antaranya adalah merumuskan Pancasila, UUD 1945, dan dasar dasar pemerintahan
Indonesia termasuk merumuskan naskah proklamasi Kemerdekaan. Ia sempat dibujuk
untuk menyingkir ke Rengasdengklok.
Pada tahun 1943, Perdana Menteri Jepang Hideki Tojo mengundang tokoh Indonesia yakni
Soekarno, Mohammad Hatta, dan Ki Bagoes Hadikoesoemo ke Jepang dan diterima
langsung oleh Kaisar Hirohito. Bahkan kaisar memberikan Bintang
kekaisaran (Ratna Suci) kepada tiga tokoh Indonesia tersebut. Penganugerahan
Bintang itu membuat pemerintahan pendudukan Jepang terkejut, karena hal itu
berarti bahwa ketiga tokoh Indonesia itu dianggap keluarga Kaisar Jepang
sendiri. Pada bulan Agustus 1945, ia diundang oleh Marsekal Terauchi, pimpinan Angkatan Darat wilayah Asia Tenggara di
Dalat Vietnam yang kemudian menyatakan bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia
adalah urusan rakyat Indonesia sendiri.
Namun keterlibatannya dalam badan-badan organisasi
bentukan Jepang membuat Soekarno dituduh oleh Belanda bekerja sama dengan Jepang, antara
lain dalam kasus romusha.
Masa Perang Revolusi
Soekarno bersama tokoh-tokoh nasional mulai
mempersiapkan diri menjelang Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Setelah sidang Badan Penyelidik
Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI, Panitia Kecil yang terdiri dari
delapan orang (resmi), Panitia Kecil yang terdiri dari sembilan orang/Panitia
Sembilan (yang menghasilkan Piagam Jakarta) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia PPKI, Soekarno-Hatta mendirikan Negara Indonesia
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Setelah menemui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, terjadilah Peristiwa Rengasdengklok pada tanggal 16 Agustus 1945; Soekarno dan Mohammad Hatta dibujuk oleh para pemuda untuk
menyingkir ke asrama pasukan Pembela Tanah Air Peta Rengasdengklok. Tokoh pemuda yang
membujuk antara lain Soekarni, Wikana, Singgih serta Chairul Saleh. Para pemuda menuntut agar Soekarno dan Hatta segera
memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia, karena di Indonesia terjadi
kevakuman kekuasaan. Ini disebabkan karena Jepang sudah menyerah dan pasukan
Sekutu belum tiba. Namun Soekarno, Hatta dan para tokoh menolak dengan alasan
menunggu kejelasan mengenai penyerahan Jepang. Alasan lain yang berkembang
adalah Soekarno menetapkan momen tepat untuk kemerdekaan Republik Indonesia
yakni dipilihnya tanggal 17 Agustus 1945 saat itu bertepatan dengan bulan
Ramadhan, bulan suci kaum muslim yang diyakini merupakan bulan turunnya wahyu
pertama kaum muslimin kepada Nabi Muhammad SAW yakni Al Qur-an. Pada tanggal 18 Agustus 1945,
Soekarno dan Mohammad Hatta diangkat oleh PPKI menjadi Presiden dan Wakil
Presiden Republik Indonesia. Pada tanggal 29 Agustus 1945 pengangkatan menjadi
presiden dan wakil presiden dikukuhkan oleh KNIP. Pada tanggal 19 September 1945
kewibawaan Soekarno dapat menyelesaikan tanpa pertumpahan darah peristiwa
Lapangan Ikada tempat 200.000 rakyat Jakarta akan bentrok dengan pasukan Jepang
yang masih bersenjata lengkap.
Pada saat kedatangan Sekutu (AFNEI) yang dipimpin oleh
Letjen. Sir Phillip Christison, Christison akhirnya mengakui
kedaulatan Indonesia secara de facto setelah mengadakan pertemuan dengan
Presiden Soekarno. Presiden Soekarno juga berusaha menyelesaikan krisis di
Surabaya. Namun akibat provokasi yang dilancarkan pasukan NICA (Belanda) yang membonceng Sekutu (di bawah
Inggris), meledaklah Peristiwa 10 November 1945 di Surabaya dan gugurnya Brigadir
Jenderal A.W.S Mallaby.
Karena banyak provokasi di Jakarta pada waktu itu, Presiden Soekarno
akhirnya memindahkan Ibukota Republik Indonesia dari Jakarta ke Yogyakarta.
Diikuti wakil presiden dan pejabat tinggi negara lainnya.
Kedudukan Presiden Soekarno menurut UUD 1945 adalah
kedudukan Presiden selaku kepala pemerintahan dan kepala negara (presidensiil/single
executive). Selama revolusi kemerdekaan, sistem pemerintahan berubah
menjadi semipresidensiil/double executive. Presiden Soekarno sebagai
Kepala Negara dan Sutan Syahrir sebagai Perdana Menteri/Kepala Pemerintahan.
Hal itu terjadi karena adanya maklumat wakil presiden No X, dan maklumat
pemerintah bulan November 1945 tentang partai politik. Hal ini ditempuh agar
Republik Indonesia dianggap negara yang lebih demokratis.
Meski sistem pemerintahan berubah, pada saat revolusi
kemerdekaan, kedudukan Presiden Soekarno tetap paling penting, terutama dalam
menghadapi Peristiwa Madiun 1948 serta saat Agresi Militer Belanda II
yang menyebabkan Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta dan sejumlah
pejabat tinggi negara ditahan Belanda. Meskipun sudah ada Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) dengan ketua Sjafruddin Prawiranegara, tetapi pada kenyataannya dunia internasional dan
situasi dalam negeri tetap mengakui bahwa Soekarno-Hatta adalah pemimpin
Indonesia yang sesungguhnya, hanya kebijakannya yang dapat menyelesaikan
sengketa Indonesia-Belanda.
Masa kemerdekaan
Setelah Pengakuan Kedaulatan (Pemerintah Belanda menyebutkan sebagai Penyerahan
Kedaulatan), Presiden Soekarno diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia
Serikat (RIS) dan Mohammad Hatta diangkat sebagai perdana menteri RIS. Jabatan
Presiden Republik Indonesia diserahkan kepada Mr Assaat, yang kemudian dikenal sebagai RI
Jawa-Yogya. Namun karena tuntutan dari seluruh rakyat Indonesia yang ingin
kembali ke negara kesatuan, maka pada tanggal 17 Agustus 1950, RIS kembali
berubah menjadi Republik Indonesia dan Presiden Soekarno menjadi Presiden RI.
Mandat Mr Assaat sebagai pemangku jabatan Presiden RI diserahkan kembali kepada
Ir. Soekarno. Resminya kedudukan Presiden Soekarno adalah presiden
konstitusional, tetapi pada kenyataannya kebijakan pemerintah dilakukan setelah
berkonsultasi dengannya.
Mitos Dwitunggal Soekarno-Hatta cukup populer dan
lebih kuat di kalangan rakyat dibandingkan terhadap kepala pemerintahan yakni
perdana menteri. Jatuh bangunnya kabinet yang terkenal sebagai "kabinet
seumur jagung" membuat Presiden Soekarno kurang memercayai sistem
multipartai, bahkan menyebutnya sebagai "penyakit kepartaian". Tak
jarang, ia juga ikut turun tangan menengahi konflik-konflik di tubuh militer
yang juga berimbas pada jatuh bangunnya kabinet. Seperti peristiwa 17 Oktober 1952 dan Peristiwa di kalangan Angkatan
Udara.
Presiden Soekarno juga banyak memberikan
gagasan-gagasan di dunia Internasional. Keprihatinannya terhadap nasib bangsa Asia-Afrika, masih belum merdeka, belum
mempunyai hak untuk menentukan nasibnya sendiri, menyebabkan presiden Soekarno,
pada tahun 1955, mengambil inisiatif untuk mengadakan Konferensi Asia-Afrika di
Bandung yang menghasilkan Dasa Sila. Bandung dikenal sebagai Ibu Kota
Asia-Afrika. Ketimpangan dan konflik akibat "bom waktu" yang
ditinggalkan negara-negara barat yang dicap masih mementingkan imperialisme dankolonialisme, ketimpangan dan kekhawatiran akan
munculnya perang nuklir yang mengubah peradaban, ketidakadilan badan-badan
dunia internasional dalam penyelesaian konflik juga menjadi perhatiannya.
Bersama Presiden Josip Broz Tito (Yugoslavia), Gamal Abdel Nasser (Mesir),Mohammad Ali Jinnah (Pakistan), U Nu, (Birma) dan Jawaharlal Nehru (India) ia mengadakan Konferensi Asia Afrika yang membuahkan Gerakan Non Blok. Berkat jasanya itu, banyak negara Asia Afrika yang
memperoleh kemerdekaannya. Namun sayangnya, masih banyak pula yang mengalami
konflik berkepanjangan sampai saat ini karena ketidakadilan dalam pemecahan
masalah, yang masih dikuasai negara-negara kuat atau adikuasa. Berkat jasa ini
pula, banyak penduduk dari kawasan Asia Afrika yang tidak lupa akan Soekarno
bila ingat atau mengenal akan Indonesia.[rujukan?]
Guna menjalankan politik luar negeri yang bebas-aktif
dalam dunia internasional, Presiden Soekarno mengunjungi berbagai negara dan
bertemu dengan pemimpin-pemimpin negara. Di antaranya adalah Nikita Khruschev (Uni Soviet), John Fitzgerald Kennedy (Amerika Serikat), Fidel Castro (Kuba), Mao Tse Tung (RRC).
Kejatuhan
Situasi politik Indonesia menjadi tidak menentu setelah enam jenderal dibunuh dalam peristiwa yang dikenal
dengan sebutan Gerakan 30 September atau G30S pada 1965.[26][13] Pelaku sesungguhnya dari peristiwa
tersebut masih merupakan kontroversi walaupun PKI dituduh terlibat di dalamnya.[13] Kemudian massa dari KAMI (Kesatuan
Aksi Mahasiswa Indonesia) dan KAPI (Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia) melakukan
aksi demonstrasi dan menyampaikan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) yang salah satu isinya
meminta agar PKI dibubarkan.[26] Namun, Soekarno menolak untuk
membubarkan PKI karena bertentangan dengan pandangan Nasakom (Nasionalisme, Agama, Komunisme).[6][26] Sikap Soekarno yang menolak
membubarkan PKI kemudian melemahkan posisinya dalam politik.[13][6]
Lima bulan kemudian, dikeluarkanlah Surat Perintah Sebelas Maret yang ditandatangani oleh Soekarno.[26] Isi dari surat tersebut merupakan
perintah kepada Letnan Jenderal Soeharto untuk mengambil tindakan yang perlu
guna menjaga keamanan pemerintahan dan keselamatan pribadi presiden.[26] Surat tersebut lalu digunakan oleh Soeharto yang telah diangkat menjadi PanglimaAngkatan Darat untuk membubarkan PKI dan
menyatakannya sebagai organisasi terlarang.[26] Kemudian MPRS pun mengeluarkan dua
Ketetapannya, yaitu TAP No. IX/1966 tentang pengukuhan Supersemar menjadi TAP
MPRS dan TAP No. XV/1966 yang memberikan jaminan kepada Soeharto sebagai
pemegang Supersemar untuk setiap saat menjadi presiden apabila presiden
berhalangan.[27]
Soekarno kemudian membawakan pidato pertanggungjawaban
mengenai sikapnya terhadap peristiwa G30S pada Sidang Umum ke-IV MPRS.[26] Pidato tersebut berjudul "Nawaksara" dan dibacakan pada 22 Juni 1966.[6] MPRS kemudian meminta Soekarno untuk
melengkapi pidato tersebut.[26] Pidato "Pelengkap
Nawaskara" pun disampaikan oleh Soekarno pada 10 Januari 1967namun kemudian ditolak oleh MPRS
pada 16 Februari tahun yang sama.[26]
Hingga akhirnya pada 20 Februari 1967 Soekarno menandatangani Surat
Pernyataan Penyerahan Kekuasaan di Istana Merdeka.[27] Dengan ditandatanganinya surat
tersebut maka Soeharto de facto menjadi kepala pemerintahan
Indonesia.[27] Setelah melakukan Sidang Istimewa
maka MPRS pun mencabut kekuasaan Presiden Soekarno, mencabut gelar Pemimpin
Besar Revolusi dan mengangkat Soeharto sebagai Presiden RI hingga
diselenggarakan pemilihan umum berikutnya.[27]
Sakit hingga meninggal
Kesehatan Soekarno sudah mulai menurun sejak bulan Agustus 1965.[27] Sebelumnya, ia telah dinyatakan
mengidap gangguan ginjal dan pernah menjalani perawatan di Wina, Austria tahun 1961 dan 1964.[27] Prof. Dr. K. Fellinger dari Fakultas
Kedokteran Universitas Wina menyarankan agar ginjal kiri Soekarno diangkat
tetapi ia menolaknya dan lebih memilih pengobatan tradisional.[27] Ia masih bertahan selama 5 tahun
sebelum akhirnya meninggal pada hari Minggu, 21 Juni 1970 di RSPAD (Rumah Sakit Pusat Angkatan
Darat) Gatot Subroto, Jakarta dengan status sebagai tahanan
politik.[27][5]Jenazah Soekarno pun dipindahkan
dari RSPAD ke Wisma Yasso yang dimiliki oleh Ratna Sari Dewi.[27] Sebelum dinyatakan wafat,
pemeriksaan rutin terhadap Soekarno sempat dilakukan oleh Dokter Mahar Mardjono yang merupakan anggota tim dokter
kepresidenan.[27] Tidak lama kemudian dikeluarkanlah
komunike medis yang ditandatangani oleh Ketua Prof. Dr. Mahar Mardjono beserta
Wakil Ketua Mayor Jenderal Dr. (TNI AD) Rubiono Kertopati.[27]
Komunike medis tersebut menyatakan hal sebagai
berikut:[27]
1. Pada hari Sabtu tanggal 20 Juni 1970 jam 20.30 keadaan kesehatan Ir.
Soekarno semakin memburuk dan kesadaran berangsur-angsur menurun.
2. Tanggal 21 Juni 1970 jam 03.50 pagi, Ir. Soekarno dalam
keadaan tidak sadar dan kemudian pada jam 07.00 Ir. Soekarno meninggal dunia.
3. Tim dokter secara terus-menerus
berusaha mengatasi keadaan kritis Ir. Soekarno hingga saat meninggalnya.
Walaupun Soekarno pernah meminta agar dirinya
dimakamkan di Istana Batu Tulis, Bogor, namun pemerintahan Presiden Soeharto memilih Kota Blitar, Jawa Timur, sebagai tempat
pemakaman Soekarno.[27] Hal tersebut ditetapkan lewat
Keppres RI No. 44 tahun 1970.[27] Jenazah Soekarno dibawa ke Blitar
sehari setelah kematiannya dan dimakamkan keesokan harinya bersebelahan dengan
makam ibunya.[27] Upacara pemakaman Soekarno dipimpin
oleh Panglima ABRI Jenderal M. Panggabean sebagai inspektur upacara.[27] Pemerintah kemudian menetapkan masa
berkabung selama tujuh hari.[27]
Peninggalan
Dalam rangka memperingati 100 tahun kelahiran Soekarno
pada 6 Juni 2001, maka Kantor Filateli Jakarta menerbitkan prangko "100 Tahun Bung Karno".[9] Prangko yang diterbitkan merupakan
empat buah prangko berlatar belakang bendera Merah Putih serta menampilkan gambar diri
Soekarno dari muda hingga ketika menjadi Presiden Republik Indonesia.[9] Prangko pertama memiliki nilai
nominal Rp500 dan menampilkan potret Soekarno pada saat sekolah menengah. Yang
kedua bernilai Rp800 dan gambar Soekarno ketika masih di perguruan tinggi tahun 1920-an terpampang di atasnya. Sementara
itu, prangko yang ketiga memiliki nominal Rp900 serta menunjukkan foto Soekarno
saat proklamasi kemerdekaan RI. Prangko yang terakhir memiliki gambar Soekarno
ketika menjadi Presiden dan bernominal Rp1000. Keempat prangko tersebut
dirancang oleh Heri Purnomo dan dicetak sebanyak 2,5 juta set oleh Perum
Peruri.[9] Selain prangko, Divisi Filateli PT
Pos Indonesia menerbitkan juga lima macam kemasan prangko, album koleksi
prangko, empat jenis kartu pos, dua macam poster Bung Karno serta tiga desain
kaus Bung Karno.[9]
Prangko yang menampilkan Soekarno juga diterbitkan
oleh Pemerintah Kuba pada tanggal 19 Juni 2008. Prangko tersebut menampilkan
gambar Soekarno dan presiden Kuba Fidel Castro.[28]Penerbitan itu bersamaan dengan
ulang tahun ke-80 Fidel Castro dan peringatan kunjungan Presiden Indonesia, Soekarno, ke Kuba.
Nama Soekarno pernah diabadikan sebagai nama sebuah
gelanggang olahraga pada tahun 1958. Bangunan tersebut, yaitu Gelanggang Olahraga Bung Karno, didirikan sebagai sarana keperluan
penyelenggaraan Asian Games IV tahun 1962 di Jakarta. Pada masa Orde Baru, kompleks olahraga ini diubah
namanya menjadi Gelora Senayan. Tapi sesuai keputusan Presiden Abdurrahman Wahid, Gelora Senayan kembali pada nama awalnya yaitu Gelanggang Olahraga Bung Karno. Hal ini dilakukan dalam rangka mengenang
jasa Bung Karno.[29]
Setelah kematiannya, beberapa yayasan dibuat atas nama Soekarno. Dua di
antaranya adalah Yayasan Pendidikan Soekarno dan Yayasan Bung Karno. Yayasan
Pendidikan Soekarno adalah organisasi yang mencetuskan ide untuk membangun universitas dengan pemahaman yang diajarkan Bung
Karno. Yayasan ini dipimpin oleh Rachmawati Soekarnoputri, anak ke tiga Soekarno dan Fatmawati. Pada tahun 25 Juni 1999 Presiden Bacharuddin Jusuf Habibiemeresmikan Universitas Bung Karno yang secara resmi meneruskan
pemikiran Bung Karno, Nation and Character Building kepada mahasiswa-mahasiswanya.[30]
Sementara itu, Yayasan Bung Karno memiliki tujuan
untuk mengumpulkan dan melestarikan benda-benda seni maupun nonseni kepunyaan Soekarno
yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia.[31] Yayasan tersebut didirikan pada
tanggal 1 Juni 1978 oleh delapan putra-putri Soekarno
yaitu Guntur Soekarnoputra, Megawati Soekarnoputri, Rachmawati Soekarnoputri, Sukmawati Soekarnoputri, Guruh Soekarnoputra, Taufan Soekarnoputra, Bayu Soekarnoputra, dan Kartika Sari Dewi Soekarno.[31] Pada tahun 2003, Yayasan Bung Karno membuka stan di
Arena Pekan Raya Jakarta.[9] Di stan tersebut ditampilkan video
pidato Soekarno berjudul "Indonesia Menggugat" yang disampaikan di
Gedung Landraad tahun 1930 serta foto-foto semasa Soekarno menjadi presiden.[9] Selain memperlihatkan video dan
foto, berbagai cenderamata Soekarno dijual di stan tersebut.[9] Di antaranya adalah kaus, jam emas, koin emas, CD berisi pidato Soekarno, serta kartu
pos Soekarno.[9]
Seseorang yang bernama Soenuso Goroyo Sukarno mengaku
memiliki harta benda warisan Soekarno.[9] Soenuso mengaku merupakan mantan sersan
dari Batalyon Artileri Pertahanan Udara Sedang.[9] Ia pernah menunjukkan benda-benda
yang dianggapnya sebagai warisan Soekarno itu kepada sejumlah wartawan di
rumahnya di Cileungsi, Bogor.[9] Benda-benda tersebut antara lain
sebuah lempengan emas kuning murni 24 karat yang terdaftar dalam register emas
JM London, emas putih dengan cap tapal kuda
JM Mathey London serta plakat logam berwarna kuning dengan tulisan ejaan
lama berupa deposito hibah.[9] Selain itu terdapat pula uang UBCN (Brasil) dan Yugoslavia serta sertifikat deposito obligasi garansi di Bank Swiss dan Bank Netherland.[9] Meskipun emas yang ditunjukkan oleh
Soenuso bersertifikat namun belum ada pakar yang memastikan keaslian dari emas
tersebut.[32]
Penghargaan
Semasa hidupnya, Soekarno mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa dari 26 universitas di dalam dan luar negeri.[33] Perguruan tinggi dalam negeri yang
memberikan gelar kehormatan kepada Soekarno antara lain Universitas Gajah Mada (19 September 1951), Institut Teknologi Bandung (13 September 1962), Universitas Indonesia (2 Februari 1963), Universitas Hasanuddin (25 April 1963), Institut Agama Islam Negeri
Jakarta (2 Desember 1963), Universitas Padjadjaran (23 Desember 1964), dan Universitas
Muhammadiyah (1 Agustus 1965).[33] Sementara itu, Columbia University (Amerika Serikat), Berlin University (Jerman), Lomonosov University (Rusia) dan Al-Azhar University (Mesir) merupakan beberapa universitas
luar negeri yang menganugerahi Soekarno dengan gelar Doktor Honoris Causa.[33]
Pada bulan April 2005, Soekarno yang sudah meninggal
selama 35 tahun mendapatkan penghargaan dari Presiden Afrika Selatan Thabo Mbeki.[9] Penghargaan tersebut adalah
penghargaan bintang kelas satu The Order of the Supreme Companions
of OR Tambo yang diberikan dalam bentuk medali, pin, tongkat, dan lencana yang
semuanya dilapisi emas.[9] Soekarno mendapatkan penghargaan
tersebut karena dinilai telah mengembangkan solidaritas internasional demi
melawan penindasan oleh negara maju serta telah menjadi inspirasi bagi rakyat
Afrika Selatan dalam melawan penjajahan dan membebaskan diri dari apartheid.[9] Acara penyerahan penghargaan
tersebut dilaksanakan di Kantor Kepresidenan Union Buildings di Pretoria dan dihadiri oleh Megawati
Soekarnoputri yang mewakili ayahnya dalam menerima penghargaan.[9]








Casino Free Spins - 100% Bonus without deposit
BalasHapusAll Casino Free 먹튀검증사이트 Spins and No Deposit Bonuses 188벳 - 2021, 2021, 아시안부키 2021 - 2021. 100% Bonus 원 엑스 벳 without deposit for new players, new players only. bet365 배당