Laksamana Muda TNI Yosaphat Sudarso
![]() |
Yosaphat
Sudarso, yang dikenal dengan sebutan Yos Sudarso, lahir di Salatiga, Jawa
Tengah pada tanggal 24 November 1925. Yos Sudarso lahir dari pasangan Sukarno
Darmoprawiro (polisi) dan Mariyam. Yos berperawakan kecil, cerdas, pembawaannya
tenang, dan santun. Saat anak-anak, Yos bersekolah di HIS (Hollandsch Inlandsch
School), setingkat SD, di Salatiga. Setelah tamat dari HIS pada tahun 1940,
orang tuanya menginginkan Yos menjadi guru, tapi ia malah masuk MULO (Meer
Uitgebreid Lager Onderwijs) di Semarang. Baru 5 bulan di situ, Jepang datang.
Yos pun kembali ke Salatiga, kemudian masuk SMP Negeri di sana. Dia berhasil
menamatkan pendidikan SMP pada tahun 1943. Setelah lulus SMP, Yos masuk ke
Sekolah Guru di Muntilan, namun sekolah ini tidak dapat ditamatkannya karena
pada masa itu terjadi peralihan pendudukan dari Belanda ke Jepang. Pada zaman
pendudukan Jepang, Yos melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Tinggi Pelayaran di
Semarang selama setahun dan mengikuti pendidikan opsir di Goo Osamu Butai. Di
sana, Yos termasuk salah satu lulusan terbaik. Oleh karena itu, pada tahun
1944, ia dipekerjakan sebagai mualim di Kapal Goo Osamu Butai.
Setelah
Proklamasi Kemerdekaan, Yos Sudarso bergabung dengan BKR Laut, yang selanjutnya
dinamakan Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI). Pada waktu itu, Angkatan
Laut belum memiliki armada. Kapal-kapal yang ada sangat sedikit, beberapa di
antara yang ada adalah kapal-kapal kayu peninggalan Jepang. Selama di BKR Laut,
Yos Sudarso sering ikut dalam operasi-operasi militer untuk memadamkan
pemberontakan di daerah. Yos juga turut dalam Operasi Lintas Laut hingga ke
Kepulauan Maluku.
Sesudah
pengakuan kedaulatan RI, Yos diangkat menjadi komandan kapal, mula-mula di KRI
Alu, KRI Gajah Mada, kemudian KRI Rajawali, dan akhirnya KRI Pattimura. Pada
tahun 1958, Yos pernah menjabat sebagai hakim pengadilan tentara walau hanya
sekitar 4 bulan.
Setahun
berikutnya, 1959, terjadilah pergolakan di dalam tubuh Angkatan Laut.
Masalahnya, sebagian anggota tidak menyetujui kebijaksanaan yang diambil oleh
pimpinan Angkatan Laut. Bersama Letnan Kolonel Ali Sadikin, Yos Sudarso
menuntut supaya Kepala Staf Angkatan Laut, Laksama Subiyakto, diganti.
Pemerintah pun mempertimbangkan usulan mereka dan mengambil tindakan cepat
dengan mengangkat Kolonel R.E. Martadinata menjadi Kepala Staf. Pada tanggal 10
Oktober 1959, Yos Sudarso diangkat menjadi Deputi I/Operasi. Empat hari
kemudian, Yos naik pangkat menjadi Letnan Kolonel, dan kurang dari 3 bulan kemudian,
Yos menjabat sebagai Kolonel. Genap 16 bulan setelah itu, pangkatnya naik lagi
menjadi Komodor (kini Laksamana Pertama). Sebagai rekan sekerja, Yos ditugaskan
untuk mendampingi Mayor R.E. Martadinata di Italia dalam mengawasi pembuatan
kapal perang yang dipesan pemerintah RI.
Bersamaan
dengan meningkatnya jabatan Yos, keadaan wilayah Indonesia, khususnya Irian
Jaya semakin terancam oleh keberadaan Belanda. Pada tanggal 19 Desember 1961,
Presiden Soekarno membentuk Tri Komando Rakyat (TRIKORA) sebagai upaya untuk
membebaskan Irian Barat dari Belanda. Pada tanggal 2 Januari 1962, Presiden
Soekarno membentuk Komando Mandala Pembebasan Irian Barat yang berkedudukan di
Makasar. Sebagai Deputi Operasi, Yos Sudarso memikul tugas yang berat. Pada
tanggal 15 Januari 1962, ia mengadakan patroli di daerah perbatasan, yakni di
Laut Aru dengan membawa 3 kapal jenis MTB, yaitu KRI Macan Tutul, KRI Macan
Kumbang, dan KRI Harimau. Rupanya Belanda sudah mencium strategi Yos, mereka
lantas mengejar kapal-kapal milik Indonesia dengan menggunakan kapal perusak
(destroyer). Yos Sudarso mengeluarkan perintah untuk bertempur, walaupun lawan
yang dihadapi lebih kuat. KRI Macan Tutul di bawah pimpinan Yos Sudarso
berusaha menarik perhatian agar 2 kapal lainnya menjauh. Namun, karena kekuatan
kapal Belanda dan Indonesia tidak imbang, KRI Macan Tutul pun tenggelam,
sedangkan 2 kapal lainnya -- KRI Harimau dan KRI Macan Kumbang, berhasil
meloloskan diri. Komodor Yos Sudarso bersama seluruh awak kapal yang
ditumpanginya gugur sebagai pahlawan bangsa.
Almarhum
Yos Sudarso meninggalkan seorang istri, Siti Mustini, dan 5 anak (dua di
antaranya sudah meninggal). Saat itu, anak bungsunya baru berusia 1,5 tahun.
Sebagai penghargaan atas jasanya, pemerintah menaikkan pangkatnya menjadi
Laksamana Muda Anumerta Yosaphat Sudarso dan memberinya gelar Pahlawan Nasional
berdasarkan SK Presiden RI Nomor 088/TK/1973. Bahkan, namanya pun diabadikan
menjadi nama armada angkatan Laut Indonesia, nama pulau, dan nama jalan-jalan
protokol di kota-kota besar Indonesia.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar