NAMA: AGUNG
PUTRA BUANA
NO: 02
KELAS: X - 1
Sultan
Mahmud Badaruddin II


Gambaran Wajah Sultan Mahmud Badaruddin II di
uang Rupiah pecahan Rp 10.000
Sultan Mahmud Badaruddin II (l: Palembang,
1767, w: Ternate, 26 September 1852)[1] adalah pemimpin kesultanan
Palembang-Darussalam selama dua periode (1803-1813, 1818-1821), setelah masa
pemerintahan ayahnya, Sultan Muhammad Bahauddin (1776-1803). Nama aslinya
sebelum menjadi Sultan adalah Raden Hasan Pangeran Ratu. [2]
Dalam masa pemerintahannya, ia beberapa kali
memimpin pertempuran melawan Inggris dan Belanda, di antaranya yang disebut
Perang Menteng. Pada tangga 14 Juli 1821, ketika Belanda berhasil menguasai
Palembang, Sultan Mahmud Badaruddin II dan keluarga ditangkap dan diasingkan ke
Ternate.
Namanya kini diabadikan sebagai nama bandara
internasional di Palembang, Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II dan Mata uang
rupiah pecahan 10.000-an yang dikeluarkan oleh bank Indonesia pada tanggal 20
Oktober 2005. Penggunaan gambar SMB II di uang kertas ini sempat menjadi kasus
pelanggaran hak cipta, diduga gambar tersebut digunakan tanpa izin pelukisnya,
namun kemudian terungkap bahwa gambar ini telah menjadi hak milik panitia
penyelenggara lomba lukis wajah SMB II.
Konflik dengan Inggris Sejak timah ditemukan
di Bangka pada pertengahan abad ke-18, Palembang dan wilayahnya menjadi incaran
Britania dan Belanda. demi menjalin kontrak dagang, bangsa Eropa berniat
menguasai Palembang. Awal mula penjajahan bangsa Eropa ditandai dengan
penempatan Loji (kantor dagang). Di Palembang, loji pertama Belanda dibangun di
Sungai Aur (10 Ulu).
Orang Eropa pertama yang dihadapi Sultan
Mahmud Badaruddin II (SMB II) adalah Sir Thomas Stamford Raffles. Raffles tahu
persis tabiat Sultan Palembang ini. Karena itu, Raffles sangat menaruh hormat
di samping ada kekhawatiran sebagaimana tertuang dalam laporan kepada
atasannya, Lord Minto, tanggal 15 Desember 1810:
“ Sultan
Palembang adalah salah seorang pangeran Melayu yang terkaya dan benar apa yang
dikatakan bahwa gudangnya penuh dengan dollar dan emas yang telah ditimbun oleh
para leluhurnya. Saya anggap inilah yang merupakan satu pokok yang penting
untuk menghalangi Daendels memanfaatkan pengadaan sumber yang besar tersebut. ”
Bersamaan dengan adanya kontak antara Britania
dan Palembang, hal yang sama juga dilakukan Belanda. Dalam hal ini, melalui
utusannya, Raffles berusaha membujuk SMB II untuk mengusir Belanda dari
Palembang (surat Raffles tanggal 3 Maret 1811).
Dengan bijaksana, SMB II membalas surat
Raffles yang intinya mengatakan bahwa Palembang tidak ingin terlibat dalam
permusuhan antara Britania dan Belanda, serta tidak ada niatan bekerja sama
dengan Belanda. Namun akhirnya terjalin kerja sama Britania-Palembang, di mana
pihak Palembang lebih diuntungkan.
Pada tanggal 14 September 1811 terjadi
peristiwa pembumihangusan dan pembantaian di loji Sungai Alur. Belanda menuduh
Britanialah yang memprovokasi Palembang agar mengusir Belanda. Sebaliknya,
Britania cuci tangan, bahkan langsung menuduh SMB II yang berinisiatif melakukannya.
Raffles terpojok dengan peristiwa loji Sungai
Aur, tetapi masih berharap dapat berunding dengan SMB II dan mendapatkan Bangka
sebagai kompensasi kepada Britania. Harapan Raffles ini tentu saja ditolak SMB
II. Akibatnya, Britania mengirimkan armada perangnya di bawah pimpinan
Gillespie dengan alasan menghukum SMB II. Dalam sebuah pertempuran singkat,
Palembang berhasil dikuasai dan SMB II menyingkir ke Muara Rawas, jauh di hulu
Sungai Musi.
Setelah berhasil menduduki Palembang, Britania
merasa perlu mengangkat penguasa boneka yang baru. Setelah menandatangani
perjanjian dengan syarat-syarat yang menguntungkan Britania, tanggal 14 Mei
1812 Pangeran Adipati (adik kandung SMB II) diangkat menjadi sultan dengan
gelar Ahmad Najamuddin II atau Husin Diauddin. Pulau Bangka berhasil dikuasai
dan namanya diganti menjadi Duke of York's Island. Di Mentok, yang kemudian
dinamakan Minto, ditempatkan Meares sebagai residen.
Meares berambisi menangkap SMB II yang telah
membuat kubu di Muara Rawas. Pada 28 Agustus 1812 ia membawa pasukan dan
persenjataan yang diangkut dengan perahu untuk menyerbu Muara Rawas. Dalam
sebuah pertempuran di Buay Langu, Meares tertembak dan akhirnya tewas setelah
dibawa kembali ke Mentok. Kedudukannya digantikan oleh Mayor Robison.
Belajar dari pengalaman Meares, Robison mau
berdamai dengan SMB II. Melalui serangkaian perundingan, SMB II kembali ke
Palembang dan naik takhta kembali pada 13 Juli 1813 hingga dilengserkan kembali
pada Agustus 1813. Sementara itu, Robison dipecat dan ditahan Raffles karena
mandat yang diberikannya tidak sesuai.
Konflik dengan Belanda
Konvensi London 13 Agustus 1814 membuat
Britania menyerahkan kembali kepada Belanda semua koloninya di seberang lautan
sejak Januari 1803. Kebijakan ini tidak menyenangkan Raffles karena harus
menyerahkan Palembang kepada Belanda. Serah terima terjadi pada 19 Agustus 1816
setelah tertunda dua tahun, itu pun setelah Raffles digantikan oleh John
Fendall.
Belanda kemudian mengangkat Herman Warner
Muntinghe sebagai komisaris di Palembang. Tindakan pertama yang dilakukannya
adalah mendamaikan kedua sultan, SMB II dan Husin Diauddin. Tindakannya
berhasil, SMB II berhasil naik takhta kembali pada 7 Juni 1818. Sementara itu,
Husin Diauddin yang pernah bersekutu dengan Britania berhasil dibujuk oleh
Muntinghe ke Batavia dan akhirnya dibuang ke Cianjur.
Pada dasarnya pemerintah kolonial Belanda
tidak percaya kepada raja-raja Melayu. Mutinghe mengujinya dengan melakukan
penjajakan ke pedalaman wilayah Kesultanan Palembang dengan alasan inspeksi dan
inventarisasi daerah. Ternyata di daerah Muara Rawas ia dan pasukannya diserang
pengikut SMB II yang masih setia. Sekembalinya ke Palembang, ia menuntut agar
Putra Mahkota diserahkan kepadanya. Ini dimaksudkan sebagai jaminan kesetiaan
sultan kepada Belanda. Bertepatan dengan habisnya waktu ultimatum Mutinghe
untuk penyerahan Putra Mahkota, SMB mulai menyerang Belanda
Pertempuran melawan Belanda yang dikenal
sebagai Perang Menteng (dari kata Muntinghe) pecah pada tanggal 12 Juni 1819.
Perang ini merupakan perang paling dahsyat pada waktu itu, di mana korban
terbanyak ada pada pihak Belanda. Pertempuran berlanjut hingga keesokan hari,
tetapi pertahanan Palembang tetap sulit ditembus, sampai akhirnya Muntinghe
kembali ke Batavia tanpa membawa kemenangan.
Belanda tidak menerima kenyataan itu. Gubernur
Jenderal G.A.G.Ph. van der Capellen merundingkannya dengan Laksamana
Constantijn Johan Wolterbeek dan Mayjen Hendrik Merkus de Kock dan diputuskan
mengirimkan ekspedisi ke Palembang dengan kekuatan dilipatgandakan. Tujuannya
melengserkan dan menghukum SMB II, kemudian mengangkat keponakannya (Pangeran
Jayaningrat) sebagai penggantinya.
SMB II telah memperhitungkan akan ada serangan
balik. Karena itu, ia menyiapkan sistem perbentengan yang tangguh. Di beberapa
tempat di Sungai Musi, sebelum masuk Palembang, dibuat benteng-benteng
pertahanan yang dikomandani keluarga sultan. Kelak, benteng-benteng ini sangat
berperan dalam pertahanan Palembang.
Pertempuran sungai dimulai pada tanggal 21
Oktober 1819 oleh Belanda dengan tembakan atas perintah Wolterbeek. Serangan
ini disambut dengan tembakan-tembakan meriam dari tepi Musi. Pertempuran baru
berlangsung satu hari, Wolterbeek menghentikan penyerangan dan akhirnya kembali
ke Batavia pada 30 Oktober 1819.
SMB II masih memperhitungkan dan mempersiapkan
diri akan adanya serangan balasan. Persiapan pertama adalah restrukturisasi
dalam pemerintahan. Putra Mahkota, Pangeran Ratu, pada Desember 1819 diangkat
sebagai sultan dengan gelar Ahmad Najamuddin III. SMB II lengser dan bergelar
susuhunan. Penanggung jawab benteng-benteng dirotasi, tetapi masih dalam
lingkungan keluarga sultan.
Setelah melalui penggarapan bangsawan (
susuhunan husin diauddin dan sultan ahmad najamuddin prabu anom )dan orang Arab
Palembang melalui pekerjaan spionase, dan tempat tempat pertahanan disepanjang
sungai musi sudah diketahui oleh belanda serta persiapan angkatan perang yang
kuat, Belanda datang ke Palembang dengan kekuatan yang lebih besar. Tanggal 16
Mei 1821 armada Belanda sudah memasuki perairan Musi. Kontak senjata pertama
terjadi pada 11 Juni 1821 hingga menghebatnya pertempuran pada 20 Juni 1821.
Pada pertempuran 20 Juni ini, sekali lagi, Belanda mengalami kekalahan. De Kock
tidak memutuskan untuk kembali ke Batavia, melainkan mengatur strategi
penyerangan.
Bulan Juni 1821 bertepatan dengan bulan suci
Ramadhan. Hari Jumat dan Minggu dimanfaatkan oleh dua pihak yang bertikai untuk
beribadah. De Kock memanfaatkan kesempatan ini. Ia memerintahkan pasukannya
untuk tidak menyerang pada hari Jumat dengan harapan SMB II juga tidak
menyerang pada hari Minggu. Pada waktu dini hari Minggu 24 Juni, ketika rakyat
Palembang sedang makan sahur, Belanda secara tiba-tiba menyerang Palembang. di
depan sekali kapal yang tumpangi saudaranya Susuhunan Husin Diauddin dan Sultan
Ahmad Najamuddin Prabu Anom dan Susuhunan Ratu Bahmud Badaruddin / SMB 2 merasa
serba salah, kalau ditembak saudaranya sendiri yang berada dikapal belanda dan
anggapan orang sultan palembang Darussalam sampai hati membunuh saudara karena
harta / tahta (Badar Darussalam
Serangan dadakan ini tentu saja melumpuhkan
Palembang karena mengira di hari Minggu orang Belanda tidak menyerang. Setelah
melalui perlawanan yang hebat, tanggal 25 Juni 1821 Palembang jatuh ke tangan
Belanda. Kemudian pada 1 Juli 1821 berkibarlah bendera rod, wit, en blau di
bastion Kuto Besak, maka resmilah kolonialisme Hindia Belanda di Palembang.
Tanggal 13 Juli 1821, menjelang tengah malam
tanggal 3 Syawal , SMB II beserta sebagian keluarganya menaiki kapal Dageraad
pada tanggal 4 syawal dengan tujuan Batavia. Dari Batavia SMB II dan
keluarganya diasingkan ke Pulau Ternate sampai akhir hayatnya 26 September
1852. Sebagian Keluarga Sultan karena tidak mau ditangkap, mengasingkan diri ke
daerah Marga Sembilan yang di kenal sekarang sebagai Kabupaten Ogan Komering
Ilir dan berasimilasi dengan penduduk di Desa yang dilewati Mulai dari
Pampangan sampai ke Marga Selapan Kecamatan Tulung Selapan Panglima Radja Batu
Api sampai meninggal disemayamkan Di Tulung Selapan. ( selama 35 tahun tinggal
di Ternate dan sketsa tempat tinggal Sri Paduka Susuhunan Ratu Mahmud
Badaruddin / SMB II disimpan oleh Sultan Mahmud Badaruddin III Prabu Diradja).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar